Jumat, 29 Juni 2012
Taman cinta
Taman cinta :
Assallamuallaikum wr wb....
Ibnu Qayyim Al-Juziyah (atau Al - Jauziyyah) menakjubkan. Bagaimana tidak menakjubkan ? di dalam buku setebal 930 halaman ini, orang yang jatuh cinta ditawari " rahmat dan syafaat " . Selain itu, beliau mengarahkan Pembaca untuk " menyeimbangkan dorongan hawa nafsu dan potensi akal ". Hal - hal semacam ini jarang kami temui di buku - buku percintaan yang pernah kami baca.
Memang, sebagaimana ulama - ulama besar lainnya, beliau pun menekankan " cinta kepada Allah " dan " cinta karena Allah ". Namun, beliau ternyata juga membicarakan fenomena " pacaran islam ", suatu topik sensitif yang sering dihindari banyak ulama. Beliau mengungkapkannya ( bersama - sama dengan persoalan yang relevan ) di sub - bab " Berbagai hadits, atsar, dan riwayat yang menceritakan keutamaan memelihara kesucian diri " dan " Cinta yang suci tetap menjadi kebanggan".
Sekurang-kurangnya , kami menjumpai ada sembilan contoh praktek pacaran islami yang diceritakan Ibnu Qayyim di situ. Dari contoh-contoh itu, dan dari keterangan beliau di buku ini, kami berusaha mengenali ciri khas " pacaran islami " ala Raudhatul Muhibbiin. Ini dia tujuh diantaranya :
1. Mengutamakan akhirat
Pada dua contoh, pelaku " pacaran islami " ditawari duniawi ( zina ), tetapi menolaknya dengan alasan ayat QS. Az-Zukhruf [43]: 67 " Teman - teman akrab pada hari [kiamat] itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang - orang yang bertaqwa." Maksudnya, mereka yang islam itu lebih memilih kenikmatan ukhrawi daripada kenikmatan duniawi ( ketika dua macam kenikmatan ini bertentangan).
Adapun pada bab terakhir, Ibnu Qayyim ( dengan berlandaskan QS. Al - Insaan [76]:12 menyatakan, " Barang siapa yang mempersempit dirinya [di dunia ] dengan menentang kemauan hawa nafsu, niscaya Allah akan meluaskan kuburnya dan memberinya keleluasaan di hari kemudian."
2. Mencintai karena Allah
Pada suatu contoh, diungkapkan syair " sesungguhnya aku merasa malu kepada kekasihku bila melakukan hal yang mencurigakan; dan jika diajak untuk hal yang baik, aku pun berbuat yang baik."
Syair tersebut menggambarkan bahwa percintaanya " menghantarkannya untuk dapat meraih ridha-Nya". Menghindari hal yang mencurigakan dan menerima ajakan berbuat baik itu diridhai Dia, bukan ?
Lantas, apa hubungannya dengan " cinta karena Allah " ? Yang dimaksud dengan cinta karena Allah ialah hal - hal yang termasuk ke dalam pengertian kesempurnaan cinta kepada-Nya dan berbagai tuntutannya, bukan keharusannya. Karena sesungguhnya cinta kepada Sang Kekasih menuntut yang bersangkutan untuk mencintai pula apa yang disukai oleh Kekasihnya dan juga mencintai segala sesuatu yang dapat membantunya untuk dapat mencintai-Nya serta menghantarkannya untuk dapat meraih ridha-Nya dan berdekatan dengan-Nya.
3. Membutuhkan Pengawasan Allah dan orang lain
Pada suatu contoh, pelaku " pacaran islami " bersyair : " Aku punya Pengawas yang tidak boleh kukhianati; dan engkau pun punya Pengawas pula".
Pada suatu contoh lainnya, Muhammad bin Sirin mengabarkan bahwa " dahulu mereka, saat melakukan pacaran, tidak pernah melakukan hal - hal yang mencurigakan. Seorang lelaki yang mencintai wanita suatu kaum, datang dengan terus terang kepada mereka dan hanya berbicara dengan mereka tanpa ada suatu kemungkaran pun yang dilakukannya di kalangan mereka."
4. Menyimak kata-kata yang makruf
Pada suatu contoh lainnya, Utsman Al - Hizami mengabarkan, " Keduanya saling bertanya dan wanita itu meminta kepada Nushaib untuk menceritakan pengalamannya dalam bentuk bait - bait syair, maka Nushaib mengabulkan permintaannya lalu mendendangkan bait - bait syair untuknya. "
Pada enam contoh, para pelaku pacaran islami " saling mengutarakan rasa cintanya masing - masing melalui bait - bait syair yang indah dan menarik."
Pada suatu contoh, pelaku pacaran islami mengabarkan , " Demi Tuhan yang telah mencabut nyawanya, dia sama sekali tidak pernah mengucapkan kata - kata yang mesum hingga kematian memisahkan antara aku dan dia."
5. Tidak menyentuh sang pacar
Pada suatu contoh, pelaku pacaran islami menganggap jabat tangan " sebagai perbuatan yang tabu ". Pada dua contoh, pelaku pacaran islami tidak pernah menyentuhnya tangannya ke tubuh pacarnya. Pada satu contoh lainnya, pelaku pacaran islami " berdekatan tetapi tanpa bersentuhan" Sementara itu, Ibnu Qayyim mengecam gaya pacaran jahili di zaman beliau. Mengutip kata-kata Hisyam bin Hassan, " yang terjadi pada masa sekarang , mereka masih belum puas dalam berpacaran, kecuali dengan melakukan hubungan sebadan alias bersetubuh."
6. Menjaga pandangan
di antara contoh-contoh itu, terdapat satu kasus yang menunjukkan bahwa si pelaku pacaran islami " dapat melihat " kekasihnya. Akan tetapi, Ibnu Qayyim telah mengatakan " bahwa pandangan yang dianjurkan oleh Allah SWT sebagai pandangan yang diberi pahala kepada pelakunya adalah pandangan yang sesuai dengan perintah-Nya, yaitu pandangan yang bertujuan untuk mengenal Tuhannya dan mencintai-Nya, bukan pandangan ala setan".
7. Seperti berpuasa
Ibnu Qayyim menyimpulkan :
Demikianlah kisah - kisah yang menggambarkan kesucian mereka dalam bercinta. Motivasi yang mendorong mereka untuk memelihara kesuciannya paling utama ialah mengagungkan Yang Maha Perkasa, kemudian berhasrat untuk dapat menikahi bidadari nan cantik di negeri yang kekal (surga). Karena sesungguhnya barang siapa yang melampiaskan kesenangnya di negeri ini untuk hal - hal yang diharamkan, maka Allah tidak akan memberinya kenikmatan bidadari nan cantik di negeri sana.
Oleh karena itu, hendaklah seorang hamba bersikap waspada dalam memilih salah satu di antara dua kenikmatan [ seksual ] itu bagi dirinya dan tiada jalan lain baginya kecuali harus merasa puas dengan salah satunya, karena sesungguhnya Allah tidak akan menjadikan bagi orang yang menghabiskan semua kesenangan dan kenikmatan dirinya dalam kehidupan dunia ini, seperti orang yang berpuasa dan menahan diri darinya buat nanti pada hari berbukanya saat meninggalkan dunia ini, seperti orang yang berpuasa dan menahan diri darinya buat nanti pada hari berbukanya saat meninggalkan dunia ini manakala dia bersua dengan Allah SWT.
Begitulah tujuh ciri khas pacaran islami ala Raudhatul Muhibbiin dalam pandangan kami.
http://sebuahamanah.co.cc/2009_05_01_archive.html
Istilah pacaran tidak bisa lepas dari remaja, karena salah satu ciri remaja yang menonjol adalah rasa senang kepada lawan jenis disertai keinginan untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai "naksir" lawan jenisnya. Lalu ia berupaya melakukan pendekatan
untuk mendapatkan kesempatan mengungkapkan isi hatinya. Setelah pendekatannya berhasil dan gayung bersambut, lalu keduanya mulai berpacaran.
Pacaran dapat diartikan bermacam-macam, tetapi intinya adalah jalinan cinta antara seorang remaja dengan lawan jenisnya. Praktik pacaran juga bermacam-macam, ada yang sekedar berkirim surat, telepon, menjemput, mengantar atau menemani pergi ke suatu tempat,
apel, sampai ada yang layaknya pasangan suami istri.
Di kalangan remaja sekarang ini, pacaran menjadi identitas yang sangat dibanggakan. Biasanya seorang remaja akan bangga dan percaya diri jika sudah memiliki pacar. Sebaliknya remaja yang belum memiliki pacar dianggap kurang gaul. Karena itu, mencari pacar di kalangan remaja tidak saja menjadi kebutuhan biologis tetapi juga menjadi kebutuhan sosiologis. Maka tidak heran, kalau sekarang mayoritas remaja sudah memiliki teman spesial yang disebut "pacar".
Lalu bagaimana pacaran dalam pandangan Islam???
Istilah pacaran sebenarnya tidak dikenal dalam Islam. Untuk istilah hubungan percintaan antara laki-laki dan perempuan pranikah, Islam mengenalkan istilah "khitbah (meminang". Ketika seorang laki-laki menyukai seorang perempuan, maka ia harus mengkhitbahnya dengan
maksud akan menikahinya pada waktu dekat. Selama masa khitbah, keduanya harus menjaga agar jangan sampai melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Islam, seperti berduaan, memperbincangkan aurat, menyentuh, mencium, memandang dengan nafsu, dan melakukan
selayaknya suami istri.
Ada perbedaan yang mencolok antara pacaran dengan khitbah. Pacaran tidak berkaitan dengan perencanaan pernikahan, sedangkan khitbah merupakan tahapan untuk menuju pernikahan. Persamaan keduanya merupakan hubungan percintaan antara dua insan berlainan jenis yang
tidak dalam ikatan perkawinan. Dari sisi persamaannya, sebenarnya hampir tidak ada perbedaan antara pacaran dan khitbah. Keduanya akan terkait dengan bagaimana orang mempraktikkannya. Jika selama masa khitbah, pergaulan antara laki-laki dan perempuan melanggar batas-batas yang telah ditentukan Islam, maka itu pun haram. Demikian juga pacaran, jika orang dalam berpacarannya melakukan hal-hal yang dilarang oleh Islam, maka hal itu haram.
Jika seseorang menyatakan cinta pada lawan jenisnya yang tidak dimaksudkan untuk menikahinya saat itu atau dalam waktu dekat, apakah hukumnya haram? Tentu tidak, karena rasa cinta adalah fitrah yang diberikan Allah, sebagaimana dalam firman-Nya berikut:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Rum: 21)
Allah telah menjadikan rasa cinta dalam diri manusia baik pada laki-laki maupun perempuan. Dengan adanya rasa cinta, manusia bisa hidup berpasang-pasangan. Adanya pernikahan tentu harus didahului rasa cinta. Seandainya tidak ada cinta, pasti tidak ada orang yang mau
membangun rumah tangga. Seperti halnya hewan, mereka memiliki instink seksualitas tetapi tidak memiliki rasa cinta, sehingga setiap kali bisa berganti pasangan. Hewan tidak membangun rumah tangga.
Menyatakan cinta sebagai kejujuran hati tidak bertentangan dengan syariat Islam. Karena tidak ada satu pun ayat atau hadis yang secara eksplisit atau implisit melarangnya. Islam hanya memberikan batasan-batasan antara yang boleh dan yang tidak boleh dalam
hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri.
Di antara batasan-batasan tersebut ialah:
1. Tidak melakukan perbuatan yang dapat mengarahkan kepada zina
Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu mendekati zina:
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra: 32) Maksud ayat ini, janganlah kamu melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa menjerumuskan kamu pada perbuatan zina. Di antara perbuatan tersebut seperti berdua-duaan
dengan lawan jenis ditempat yang sepi, bersentuhan termasuk bergandengan tangan, berciuman, dan lain sebagainya.
2. Tidak menyentuh perempuan yang bukan mahramnya
Rasulullah SAW bersabda, "Lebih baik memegang besi yang panas daripada memegang atau meraba perempuan yang bukan istrinya (kalau ia tahu akan berat siksaannya). "
3. Tidak berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya
Dilarang laki dan perempuan yang bukan mahramnya untuk berdua-duan. Nabi SAW bersabda, "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak mahramnya, karena ketiganya adalah setan." (HR. Ahmad)
4. Harus menjaga mata atau pandangan
Sebab mata kuncinya hati. Dan pandangan itu pengutus fitnah yang sering membawa kepada perbuatan zina. Oleh karena itu Allah berfirman, "Katakanlah kepada laki-laki mukmin hendaklah mereka memalingkan pandangan (dari yang haram) dan menjaga kehormatan
mereka.....Dan katakanlah kepada kaum wanita hendaklah mereka meredupkan mata mereka dari yang haram dan menjaga kehormatan mereka..." (QS. An-Nur: 30-31) Yang dimaksudkan menundukkan pandangan yaitu menjaga pandangan, tidak melepaskan pandangan begitu saja apalagi memandangi lawan jenis penuh dengan gelora nafsu.
5. Menutup aurat
Diwajibkan kepada kaum wanita untuk menjaga aurat dan dilarang memakai pakaian yang mempertontonkan bentuk tubuhnya, kecuali untuk suaminya. Dalam hadis dikatakan bahwa wanita yang keluar rumah dengan berpakaian yang mempertontonkan lekuk tubuh, memakai minyak wangi yang baunya semerbak, memakai "make up" dan sebagainya setiap
langkahnya dikutuk oleh para Malaikat, dan setiap laki-laki yang memandangnya sama dengan berzina dengannya. Di hari kiamat nanti perempuan seperti itu tidak akan mencium baunya surga (apa lagi masuk surga) Selagi batasan di atas tidak dilanggar, maka pacaran hukumnya boleh.
Tetapi persoalannya mungkinkah pacaran tanpa berpandang-pandangan,
berpegangan, bercanda ria, berciuman, dan lain sebagainya. Kalau
mungkin silakan berpacaran, tetapi kalau tidak mungkin maka jangan
sekali-kali berpacaran karena azab yang pedih siap menanti Anda.
Wassallamu`allaikumsallam wr wb...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar